MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
“Asuhan Keperawatan tentang Bronchopneumonia
Atau Ispa”
Disusun oleh :
1.
Dwi setiawati ( 15011 )
2.
Icut pusphita ( 15018 )
3.
Rahayu setianengsih ( 15036 )
4.
Yulita utari ( 15046 )
PROGRAM DIPLOMA III
AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi
sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga
sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, tidak satupun orang tua yang menginginkan
anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami bronchopneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 3 tahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di Negara itu.
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bronchopneumonia bisa meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 3 tahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di Negara itu.
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bronchopneumonia bisa meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
B.
Rumusan masalah
1. apa
yang dimaksud dengan bronchopneuneumonia
2. apa
anatomi fisiologi sistem pernafasan bronchopneuneumonia
3. apa
etiologi sistem pernafasan bronchopneuneumonia
4. apa
saja faktor lain yang menimbulkan bronchopneuneumonia
5. apa
saja patofisiologi sistem pernafasan bronchopneuneumonia
6. bagaiman
manifestasi klinis
7. apa
saja asuhan keperawatan anak dengan pernapasan
bronchopneuneumonia
8. apa
saja macam-macam infesksi saluran pernafasan atas
9. apa
saja asuhan keperawatan infeksi saluran pernafasan atas
C. Tujuan khusus
1. untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan bronchopneuneumonia
2. untuk
mengetahui anatomi fisiologi sistem pernafasan bronchopneuneumonia
3. untuk
mengetahui etiologi sistem pernafasan
bronchopneuneumonia
4. untuk
mengetahui faktor lain yang menimbulkan bronchopneuneumonia
5. untuk
mengetahui patofisiologi sistem pernafasan bronchopneuneumonia
6. untuk
mengetahui manifestasi klinis
7. untuk
mengetahui asuhan keperawatan anak dengan pernapasan bronchopneuneumonia
8. untuk
mengetahui macam-macam infesksi saluran pernafasan atas
9. untuk
mengetahui asuhan keperawatan infeksi saluran pernafasan atas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN BRONCHOPNEUNEUMONIA
1. Pengertian
Bronchopneuneumonia
Bronchopneuneumonia
adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur dalam
suatu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke pakenkim
paru (Brunner dan suddarth,2001)
Bronchopneuneumonia
adalah radang paru-paru yang mengenai suatu atau beberapa lobus paru-paru yang
mengenai suatu atau beberapa lobus pada paru-paru ditandai dengan bercak-bercak
infiltrate (Whalley and Wong, 1996)
Bronchopneuneumonia
adalah frekuensi komplikasi pulmonary batuk produktif yang lama, tanda dan
gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat
(Suzanne G. Bare,1993)
Bronchopneuneumonia
disebut juga pneumoni lobulari yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994)
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat
mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan.
Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan
atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan
tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Dari beberapa
pengertian tersebut dapat disimpulkan Bronchopneuneumonia adalah radang
paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan
adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur
dan benda asing.
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru
yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar
alveoli.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem Pernapasan Bronchopneuneumonia
a) Anatomi
Sistem pernafasan terdiri atas :
1) Hidung
Merupakan
saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara dan dari paru-paru.
Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirupkan ke datam paru-paru.
2) Faring
ateu tenggorokan
Setruk seperti
tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi
menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
3) Laring
atau pangkal tenggorokan
Struktur epitel
kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah
untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi, melindungi Jalan nafas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut Sebagai
kotak suara. Dan terdiri atas : epiglotis, glotis, kartilago tiroid, kartilago
krikoid, kartilaago aritenoid dan pita suara.
4) Trakea
atau batang tenggorokan
Merupakan
lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulang-tulang
rawan.
5) Bronkus
atau cabang tenggorokan
Merupakan
lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.
6) Paru-paru
Merupakan sebuah
alat tubuh yang sebagjan besar terdiri dari gelembung alveoli. Paru-paru dibagi
menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan
terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri terdiri dari2 1obus.
b) Fisiologi
Sistem Pernapasan
Proses
Pernafasan paru merupakan Pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru-paru. Proses ini terdlri dari 3 tahap yaitu :
1) Ventilasi
Ventilasi
merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari almosfer ke delam alveoli,
atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua
gerakan pernafasan yang terjadi sewaktu pemafasan. Yaitu inspirasi dan ekspirasi.
inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang disetenggarakan oleh
kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke
bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke
kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar
oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat
elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru, adankemampuan thoraks dan paru pada aveoli dalam
melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
2) Difusi
gas
Difusi gas
merupakan pertukaran antara oksigen di aveoli dengan kapiler paru dan CO2. Di
kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan
dan konsentrasi 02
3) Transportasi
gas
Transportasi gas
merupakan proses pendistribusian O2. Kapiler ke jaringan tubuh dan CO2.
Jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu curah jantung (kardiak output),kondisi pembulu darah,latihan (execise),
eritrosit dan Hb.
3. Etiologi Sistem
Pernapasan Bronchopneuneumonia
Pada umumnya
tubuh terserang Bronchopneumonia karena tubuh disebabkan oleh penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen Penyebab
Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah :
a) Bakteri yaitu Diplococus Pneumonia, Pheumococcos,
streTococcus Hemolitlcus Aureus, Haemophilus influenza, Basilus Friender
(Klebsial Pheumoni), Mycobaterium Tuberculosis
b) Virus
yaitu Respiratory sytical virus, vlrua Influenza, virus sitomegalik.
c) Jamur
yaitu Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplama Pneumonia, Asplraal benda asing.
4. Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia
a) Faktor
predisposisi
1) usia/umur
2) Genetic
b) Faktor
pencetus
1) gigi
buruk/kurang
2) Berat
badan tahir rendah (BBLR)
3) Tidak
mendapatkan ASI yang memadai
4) lmunisasi
yang tidak lengkap
5) Polusi
udara
6) Kepadatan
tempat tinggal
5. Patofisiologi Sistem
pernapasan Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga teriadi peradangan
broncus dan alveolus dan Jaringan sekitarya. Iflamasi pada bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam. Batuk produktif, ronchi
positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
a) Stadium
l (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut
hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hìperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema atara kapiler dan aveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan aviolus meningkatkan jarak yang ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan satu rasi oksigen hemoglobin
b) stadium
ll/hepatisasi (48jam berikutnya)
Disebut
hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, esksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leokosit, eritosit dan cairan sengga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar pada stadium ini udara alveoli tidak ada tau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak stadium ini berlangsung sangat singkat yaitu
selama 48jam
c) Stadium
III/hepalisasi kelabu (3-8 hari)
Disebut
hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu se1-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di
seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagosltosis sisa-sisa sel. Pada stadium
ini erìtrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti.
d) Stadium
IV/resolusi (7-11 hari)
Disebut juga
stadium resolusi yang terjadi sewaktu resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makroíag sehinga jaringan kembali ke strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus
ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga tejadi demam, batuk produktif,
ronchi positif dan mual, Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus malu
komplikasi yang tejadi adalah kolaps alveoli. Fibrosis emfisema dan
atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak
nafas, dan nafas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurum produksi surfaktan sebagai pelumasan yang berfungsi untuk melembabkan
rongga fleura Emfisema (tertinbunnya cairan atau pus dalam ronggo paru) adalah
tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensí
nafas, hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan
kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal nafas.
6. Manifestasi Klinis
a) Biasanya
di dahului infeksi traktus respiratoris atas.
b) Demam
(39,0–40,0 0C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang
tínggi.
c) Anak
sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
d) Pemafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung
dan mulut.
e) Kadang-kadang
disertai muntah dan diare.
f) Adanya
bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, whezing.
g) Rasa
lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
h) Ventilasi
mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis
absorbsi.
7. Komplikasi
Bronchopneuneumonia
a) Atelektasis
adalah pengembangan paru-paru yang merupakan akibat tidak sempurna atau kolaps
paru kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b) Empisema
adatah suatu keadaan dimana terkumpulnya tempat atau seluruh rongga pleura.
c) Abses
paru adalah pengumpalan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d) infeksi
sistemik, yaitu peradangan pada setiap katup endokardinal.
e) Meningitis
yaitu infeksi yang menyerang selaput-otak.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a) Radiologi
yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang
bercak-bercak infiltrate
b) Pemeriksgan
laboratorium, didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 / mm3.
c) Hitung
sel darah putih biasanya meningkatkan kecuali apa bila pasien mengalami
imunodefiensi
d) Pemeriksaan
AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigen
e) Pemeriksaan
gram / kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsy jarum ,untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menangainya.
9.
Penatalaksanaan
a)
Farmakologi
1)
Pemberian
antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicilin, gentamisin.
2)
Pemilihan jenis
obat antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman
penyebab:
Umur 3 bulan –
5 tahun, bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus
influenza atau stafilokokus. Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka
secara praktis dipakai: Kombinasi: penisilin prokain 50.000-100.000 Kl/kg/24
jam IM, 12 kali sehari dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali
sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4kali sehari atau kombinasi Eritromisin 50
mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas).
Anak-anak <
5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh:
Streptokokus
pneumonia: o Penisilin prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000
Kl/24jam oral, 4 kali sehari o
Eritromisin atau o Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2kali sehari, o
Oksigen 1-2 L/menit. m IVFD dekstore 5% ½ NaCl 0,225% 350cc/24 jam m ASI/PASI 8
x 20cc per sonde B. Non farmakologi 1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu
dirawat, cukup istirahat dirumah. 2.
Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif jangan ditekan
dengan antitusif. 4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada
febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian oksigen umunya tidak diperlukan,
kecuali untuk kasus berat. Antiobiotik yang paling baik adalah antibiotik yang
sesuai dengan penyebabnya
10.
Pencegahan
Penyakit
bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas
seperti:
cara hidup
sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara
lain:
a) Vaksinasi Pneumokokus
b) Vaksinasi H. Influenza
c) Vaksinasi varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya
tahan tubuh rendah
d)
Vaksin influenza
yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. Dll.
11.
Asuhan
keperawatan anak dengan bronkopneumonia
a) Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,2001).
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,2001).
Biodata klien meliputi
: nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, anak keberapa, agama/suku, pendidikan, alamat, dan penanggung
jawab serta hubungan dengan klien.
b) Riwayat kesehatan
1. Riwayat
kesehatan sekarang : kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala, faktor yang mempengaruhi, apakah berhubungan
dengan stres atau keluhan fisik, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan.
2. Riwayat
kesehatan masa lalu : berupa penyakit dahulu yang pernah diderita, dan hubungannya dengan keluhan sekarang.
3. Riwayat
alergi : apakah ada reaksi alergi terhadap suatu zat-zat terutama seperti
obat atau makanan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
5. Pengkajian fisik dan pola kesehatan
a) Aktifitas atau istirahat
Gejala : Kelemahan,kelelahan,insomnia.
Tanda : Letargi.
Penurunan toleransi terhadap aktifitas
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya gejala kronis takikardi.
Tanda : Takikardia.
Penampilan kemerahan atau pucat.
c) Integritas ego
Gejala : Banyaknya stressor,masalah finansial.
a) Aktifitas atau istirahat
Gejala : Kelemahan,kelelahan,insomnia.
Tanda : Letargi.
Penurunan toleransi terhadap aktifitas
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya gejala kronis takikardi.
Tanda : Takikardia.
Penampilan kemerahan atau pucat.
c) Integritas ego
Gejala : Banyaknya stressor,masalah finansial.
d) Makanan atau cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.
Tanda :Distensi abdomen.
Hiperaktif bunyi usus. Kulit kering dengan turgor buruk.
5) Neuro sensorik
Gejala : Sakit kepala daerah Frontal (influenza).
Tanda : Perubahan mental (bingung samnolen).
6) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Sakit kepala Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk
Tanda : Melindungi area yang sakit
7) Pernapasan
Gejala : Takipnea,Dispnea progresif,pernapasan dangkal
Tanda : Sputum Merah muda,berkarat, atau purulen.
Perkusi : Pekak diatas area yang konsolidasi.
Fremitus : Taktil dan vocal bertahap meningkat
Bunyi napas : menurun atau tidak ada diatas area yang terlibat
Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.
Fremitus : Taktil dan vocal bertahap meningkat
Bunyi napas : menurun atau tidak ada diatas area yang terlibat
Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.
8) Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun,misalnya AIDS, Demam
Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar.
( Doenges, 1999. hal.164).
12.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang
dapat diangkat adalah:
a)
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas b/d akumulasi lendir dijalan nafas, inflamasi
trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
b)
Gangguan pertukaran
gas b/d obstruksi saluran pernafasan.
c)
Hipertermi b/d
proses infeksi.
d)
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, mual dan muntah.
e)
Intoleransi
aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan
umum, batuk berlebihan dan dispnea.
f)
Risiko tinggi
kekurangan volume cairan b/d peningkatan evaporasi tubuh, kurangnya intake
cairan.
13. Rencana Keperawatan
a)
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir dijalan nafas, inflamasi trakeabronkial,
nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
Kriteria
hasil:
1)
Pasien menunjukkan
perilaku mencapai bersihan jalan napas.
2)
Pasien menunjukkan
jalan napas dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea dan sianosis.
Rencana tindakan:
1)
Kaji atau pantau
pernafasan klien
Rasionalnya : mengetahui
frekuensi pernafasan klien sebagai indikasi dasar gangguan pernafasan.
2)
Auskultasi bunyi
nafas tambahan (ronchi, wheezing)
Rasionalnya: adanya bunyi nafas
tambahan yang menandakan gangguan pernafasan.
3)
Berikan posisi yang
nyaman misalnya posisi semi fowler.
Rasionalnya: posisi semi fowler
memungkinkan ekspansi paru lebih maksimal.
4)
Terapi inhalasi dan
latihan nafas dalam dan batuk efektif.
Rasionalnya: nafas dalam
memudahkan ekspirasi maksimum paru-paru/jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme membersihkan jalan nafas alami, membantu silia mempertahankan jalan
nafas paten.
5)
Memberikan cairan
per oral/IV sesuai usia anak, tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasionalnya: cairan khususnya
yang hangat memobilisasi serta mengeluarkan lendir.
6)
Kolaborasi dengan
dokter dalam pengisapan lendir sesuai indikasi.
Rasionalnya: merangsang batuk
serta membersihkan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu
melakukan pernafasan karena batuk tidak efektif atau penurunan kesadaran.
b)
Gangguan pertukaran
gas b/d obstruksi saluran pernafasan.
Kriteria hasil:
Pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenisasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala
distress pernafasan.
Rencana tindakan:
1)
Monitor/kaji
tanda-tanda vital, kesulitan bernafas, retraksi stomal.
Rasionalnya: data dasar untuk
pengkajian lebih lanjut.
2)
Observasi warna
kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis.
Rasionalnya: sianosis kuku
menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/menggigil namun
sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukkan
hipoksemia sistemik.
3)
Kaji status mental
Rasionalnya: gelisah, mudah
terangsang, bingung dan samnolens dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan
oksigenisasi serebral.
4)
Tinggikan kepala
dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasionalnya: tindakan ini
meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiki ventilasi.
5)
Pertahankan istirahat
tidur
Rasionalnya: mencegah kelelahan
dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk kemudahan perbaikan infeksi.
c)
Hipertermi b/d
proses infeksi
Kriteria hasil:
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh.
Rencana tindakan:
1)
Pantau suhu pasien (perhatikan
menggigil/diaforesis)
Rasional: suhu 38,9-41,10oC
menunjukkan proses penyakit, infeksius akut. Pola demam dapat membantu
diagnosis.
2)
Pantau suhu
lingkungan, batasi aktifitas
Rasional: suhu ruangan diubah
untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3)
Berikan kompres
hangat
Rasional: dapat membantu
mengurangi demam. Penggunaan air dingin/es kemungkinan menyebabkan peningkatan
suhu secara aktual.
4)
Berikan antipiretik
misalnya parasetamol
Rasional: mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, parasetamol baik untuk anak karena
parasetamol memiliki efek yang minimal terutama bagi anak.
d)
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadapn demam dan proses infeksi, mual dan muntah.
Kriteria hasil:
Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan dan
mempertahankan berat badan.
Rencana tindakan:
1)
Identifikasi faktor
yang menyebabkan kesulitan menelan (nyeri)
Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebaran
masalah.
2)
Auskultasi bunyi
usus, observasi/palpasi distensi abdomen
Rasional: bunyi usus mungkin
menurun/tak ada bila proses infeksi berat/memanjang.
3)
Berikan makan porsi
kecil tapi sering
Rasional: tindakan ini dapat
meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
4)
Timbang berat badan
setiap hari
Rasional: peningkatan berat
badan secara bertahap menandakan adanya perbaikan status nutrisi pasien.
e)
Intoleransi
aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan
umum, batuk berlebihan dan dispnea.
Kriteria hasil:
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktifitas yang dapat diukur dengan tidak adanyab dispnea, kelemahan berlebihan
dan tanda vital normal.
Rencana tindakan:
1)
Monitor
keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktifitas.
Rasional: merencanakan
intervensi yang tepat.
2)
Bantu pasien dalam
melakukan aktifitas
Rasiuonal: ADL-nya dapat
terpenuhi.
3)
Bantu pasien
perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan
kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
4)
Lakukan istirahat
yang adekuat setelah beraktifitas.
Rasional: membantu
mengembalikan energi
5)
Berikan diet yang
adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Rasional: metabolisme
membutuhkan energi
6)
Jelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana pengobatan
Rasional: tirah baring
dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat
energi untuk penyembuhan.
f)
Risiko tinggi
kekurangan volume cairan b/d peningkatan evaporasi tubuh, kurangnya intake
cairan.
Kriteria hasil:
Kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan adekuat, tanda
vital (suhu) rentang normal.
Rencana tindakan:
1)
Kaji perubahan
tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam.
Rasional: peningkatan
suhu/demam meningkatkan laju metabolik Sn kehilangan cairan melalui evaporasi.
2)
Kaji turgor kulit,
kelembapan membran mukosa (bibir, lidah).
Indikator langsung keadekuatan
volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut
dan oksigen tambahan.
3)
Pantau masukan dan
haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai
kehilangan yang tampak. Ukur BB sesuai indikasi.
Rasional: memberikan informasi
tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4)
Pertahankan
pemasukan cairan yang adekuat
Rasional: pada anak volume
cairan adalah 20-25% dari BB anak.
5)
Beri obat sesuai
indikasi, misalnya antipiretik.
Rasional: berguna menurunkan
kehilangan cairan serta peningkatan suhu.
6)
Berikan cairan
tambahan IV sesuai keperluan.
Rasional: pada adanya penurunan
masukan/banyak kehilangan penggunaan parental dapat memperbaiki/mencegah
kekurangan.
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA INFEKSI SYSTEM PERNAFASAN ATAS
6. Faringitis
a) Pengertian
faringitis
Faringitis
adalah peradangan yang terjadi pada faring. Faringitis akut merupakan
peradangan tenggorok yang paling sering terjadi. Faringitis akut berat sering
disebut sebagai strep thost, karena pada umumnya yang disebabkan oleh
streptokokus.
b) Etiologi
faringitis
Penyakit ini
dapat disebabkan oleh streptokokus hemolitk, stafilokokus, bakteri dan virus.
Terjadi peningkatan kasus faringitis genokokusnya yang disebabkan dipolkokus
gram negative.
c) Patofisiologi
faringitis
Hemolitik, stafilokokus , bakteri dan virus-virus
lain
Masuk
kedalam tubuh
Mekanisme
pertahanan tubuh menurun
Faringitis
d) Tanda
dan gejala faringitis
a. Tenggorokan
merah
b. Nyeri
tenggorokan
c. Demam
d. Nyeri
tekan nodus limfe servikal
e. Malaise
f. Batuk
g. Suara
serak
h. Kesulitan
menelan
e) Pemeriksaan
diagnostic , pada klien faringitis kultur orgaisme penyebab dari faring
f) Komplikasi
faringitis
1) Sinusitis
2) Otot
media
3) Abses
peritonsial
4) Mastoiditis
5) Adensitis
servikal
6) Demam
rematik
7) Nefritis
g) Penatalaksanaan
faringitis
Pemberian terapi
berdasarkan penyebabnya :
1) Bacterial,
antimikrobal
2) Streptokokus,
penisilin
3) Klien
alergi penisilin , sefalofrim
4) AB
diberikan selama 10 hari untuk streptokokus
h) Pendidikan
kesehatan pada klien, untuk mencegah penularan infeksi
1) Jelaskan
menghindari kontak dengan orang lain sampai demam hilang
2) Hindari
penggunaan alcohol, merokok, makanan yang dingin
3) Beri
dorongan kepada klien untuk minum 2-2.5 liter per hari
4) Anjurkan
berkumur dengan cairan normal
7.
Laringitis
a) Pengertian
Laringitis
adalah peradangan membrane mukosa yang melapisi laring dan disertai edema pita
suara.
b) Etiologi
laringitis :
1) Virus
2) Bakteri
3) Perluasan
infeksi rhinitis
Selain etiologi diatas dapat juga disebabkan oleh :
1) Suhu
udara yang dingin
2) Perubahan
temperature tiba-tiba
3) Pemajuan
terhadap debu
4) Bahan
kimia
5) Asap/uap
6) Penggunaan
pita suara berlebihan
7) Merokok
berlebihan.
c) Patofisiologi
laringitis
Virus /
bakteri. Zat iritan ( bahan kimia, debu )
Masuk kedalam tubuh
Mekanisme pertahanan tubuh menurun
Laringitis
d) Tanda
dan gejala laringitis :
1) Laringitis
akut :
a) Suara
serak
b) Tidak
dapat mengeluarkan suara ( afonia )
c) Batuk
berat
d) Tenggorokan
nyeri dan gatal
2) Laringitis
kronis :
a) Suara
serak yang persisten
b) Nyeri
tenggorok memburuk pada pada pagi dan malam hari
c) Batuk
kering dan keras
e) Komplikasi
laringitis: Sinusitis kronik dan bronchitis kronik
f) Pemeriksaan
diagnostic, pada klien laringitis kultur organisme penyebab dari laring
g) Penatalaksanaan
1) Laringitis
akut :
a) Pemberian
zat iritan
b) Mengistirahatkan
suara
c) Hindari
di tempat tidur
d) Inhalasi
uap
e) Pemberian
antibiotic pada klien infeksi dengan bakteri
2) Laringitis
kronik :
a) Istirahat
suara
b) Pengobatan
terhadap infeksi
c) Membatasi
merokok
d) Inhalasi
uap
e) Pengobatan
kortikosteroid topical
8. Sinusitis
a) Pengertian
Sinusitis adalah
peradangan pada membrane mukosa sinus merupakan penyakit yang sering terjadi
meskipun kejadiannya mulai berkurang dengan adanya antibiotika.
b) Etiologi
sinusitis antara lain :
1) Streptokokus
pneumoniae
2) Stapilokokus
aureus
3) Haemofilus
influenza
4) Infeksi
gigi
5) Komplikasi
rhinitis
c) Patofisiologi
sinusitis
Virus atau bakteri infeksi/ abses gigi komplikasi
rhinitis
Masuk
kedalam tubuh
Mekanisme
pertahanan tubuh menurun
Sinusitis
d) Tanda
dan gejala sinusitis
1) Sinusitis
akut :
a) Nyeri
kepala hebat dan vertigo
b) Nyeri
pada sinus
c) Edema
orbita
d) Secret
nasal yang purulen
e) Klien
mengalami demam
2) Sinusitis
kronik
a) Klien
mengalami batuk
b) Secret
purulent kronis
c) Nyeri
kepala kronis pada daerah periorbital
d) Kemampuan
penciuman hilang
e) Nyeri
wajah terutama pada saat bangun tidur pagi hari
e) Komplikasi
sinusitis
Komplikasi
yang sering timbul pada klien sinusitis antara lain :
a) Osteomyelitis
pada tulang tulang- tulang yang berdekatan
b) Abses
otak
c) Thrombosis
sinus venosus
d) Selulitis
orbital
e) Septicemia
9. Rinitis
a) Pengertian
Rhinitis adalah
suatu inflamasi yang timbul pada membrane mukosa hidung dapat bersifat kut
ataupun kronis.
Rhinitis akut merupakan peradangan membrane mukos
hidung dn sinus-sinus aksesoris. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap
orang pada suatu waktu dan sering terjadi pada musim dingin dengan insidens
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b) Etiologi
rhinitis
1) Infeksi
saluran pernafasan atas
2) Penggunaan
dekongestan secara terus menerus, oral kontrasepsi, kokain dan anti hipertensi
3) Benda
asing yang masuk kedalam hidung
4) Deformitas
structural
5) Neoplasma
dan massa
c) tanda
dan gejala rhinitis
1) rhinitis
alut biasanya mengalami demam dengan disertai menggigil dan kelemahan.
2) kongesti
nasal
3) sekresi
hidung prulen
4) gatal
pada hdung
5) bersin-bersin
6) salit
kepala, terutama pada klien dengan komplikasi sinus
7) pada
rhinitis kronis terjadi obstruksi nasal yang disertai perasaan kaku dan
tertekan pada hidung serta vertigo
d) penatalasanan
medis
penanganan
tergantung pada penyebabnya :
1) pada
rhinitis alergik,lakukan identifikasi kemungkinan allergen yang menyebabkan
rinitis
2) terapi
obat-obatan: antihistamin,dekongestan,kortikosteroid topical dan natrium
kromolin
e) pendidikan
kesehatan
1)
hindari allergen yang
menyebabkan rhinitis : debu, asap,bau, tepung,spray dan asap rokok
2)
lakukan inhalasi
aerosol nasal untuk mengencerkan sekresi nasal
3)
ajarkan pada klien
tentang penggunaan obat-obat terutama aerosol nasal
4)
anjurkan menghembuskn
hidung sebelum memberikan obat ke dalam rongga hidung,untuk mencapai kesembuhan
maksimal
10.
Tonsilitis dan abses
peritonsilar
a)
Pengertian
Tonilitis
adalah peradangan pada tonsil dan kriptanya. Sedangkan abses peritonsilar
adalah infeksi yang terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior yang
terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole
b)
Etiologi
Tonsillitis
disebabkan oleh streptokokus group A, sedangkan abses perionsilar terjadi setelah infeksi tonsillitis
c)
Patofisiologi
Streptokokus
group A
↓
Masuk
ke dalam tubuh
↓
Mekanisme
pertahanan tubuh menurun
↓
Tonsillitis
↓
Abses peritonsilar
d) tanda dan
gejala
1)
tonsillitis
a)
sakit tenggorok
b)
demam dan menggigil
c)
klien mengorok
d)
malaise
e)
pernafasan adenoid
2)
abses peritonsilar
a)
dispagia
b)
nyeri setempat
c)
suara besar
d)
pembengkakan palatum
mole sampai setengah ostium dari mulut ke faring
3)
pemeriksaan diagnostic
pada klien tonsillitis ;kultur usap tonsilar
4)
komplikasi tonsillitis;
kerusakan jantung dan ginjal,pneumonia
5)
penatalaksanaan medis
tonsillitis:
a) klien
istirahat 6-8 jam/hari
b)
gunakan cairan kumur
secara teratur
c)
pemberian cairan 2-2,5
liter/jam
d)
pemberian antibiotic
e)
insisi abses dan
drainase
11. Asuhan
keperawatan pada klien dengan infeksi system pernafasan atas terdiri dari
pengkajian data, diagnose keperawatan,perencanaan keperawatan pelaksanaan dan
evaluasi keperawatan.
a)
Pengkajian data
1)
Riwayat kesehatan
a)
Apakah ada tanda dan
gejala sakit kepala
b)
Apakah ada sakit
tenggorok?
c)
Apakah ada nyeri
tenggorok?
d)
Apakah ada sakit
menelan?
e)
Apakah ada batuk?
f)
Apakah ada suara serak?
g)
Apakah ada demam?
h)
Apakah hidung
tersumbat?
i)
Apakah ada rasa tidak
nyaman umum dan keletihan?
j)
Kapan gejala timbul?
k)
Apakah ada factor
pencetusnya,jika ada hal apa yang dapat meringankan atau memperbutuk gejala
tersebut?
l)
Apakah ada riwayat
alergi/adanya penyakit yang timbul bersamaan?
2)
Pemeriksaan fisik:
a)
Inspeksi menunjukan
pembengkakan,lesi, atau asimetris hidung,pendarahan.
b)
Inspeksi mukosa hidung;
warna kemerahan,pembengkakan atau eksudat dan polip hidung, yang mungkin
terjadi dalam rhinitis kronis.
c)
Palpasi sinus frontalis
dan maksilaris, terhadap nyeri tekan yang menunjukan inflamasi.
d)
Palpasi tenggorok,warna
kemerahan,lesi.
e)
Inspeksi tonsil dan
faring, warna kemerahan, asimetri,adanya drainase,ulserasi atau pembesaran.
f)
Palpasi trachea,apakah
posisi pada garis tengah leher,apakah ada massa,deformitas.
g)
Palpasi nodus limfe
leher,apakah terjadi pembesaran,nyeri tekan yang berkaitan.
3) Diagnose
keperawatan
Berdasarkan
pada data pengkajian diagnose keperawatan utama pada klien infeksi system nafas
atas sebagai berikut:
a)
Tidak efektinya jalan
nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan akibat proses inflamasi
b)
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas akibat infeksi
c)
Gangguan komunikasi
verbal yang berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas infeksi/pembengkakan
d)
Deficit volume cairan
berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan sekunder akibat diaforesis
yang berkaitan dengan demam
e)
Kurang pengetahuan
mengenai perawatan penyakitnya
4)
Perencanaan keperawatan
Dalam
menyusun perencanaan keperawatan berpedoman pada diagnose keperawatan yang
ditemukan:
a)
Diagnose 1
Tidak
efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder
akibat proses inflamasi
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
1)
Frekuensi nafas normal
16-20 x/menit
2)
Bunyi nafas bersih
3)
Kongesti hilang
4)
Jalan nafas bersih
Intervensi:
1)
Kaji perubahan pola
nafas
Rasional
: pola nafas dapat berubah karena ada sumbatan jalan nafas
2)
Tingkatkan masukan
cairan 2-3 liter/hari
Rasional
: hidrasi dapat mengencerkan lender
3)
Lakukan inhalasi
2kali/hari
Rasional
: untuk meningkatkan drainase dan sisi sinus yang terinfeksi
4)
Kolaborasi dalam
pemberian pengobatan sistemik atau topical
Rasional
: untuk membantu menghilangkan kongesti nasal atau tenggorok
b)
Diagnose 2
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan iritasi jalan nafas atas akibat infeksi
Tujuan:
meningkatkan kenyamanan nyeri teratasi
Kriteria hasil : klien mengikuti
tindakan yang dianjurkan, nyeri berkurang atau hilang
Intervensi
1)
Kaji tingkat
nyeri.frekuensi,durasi,skala
Rasional
: untuk mengetahui perubahan nyeri
2)
Berikan kompres hangat
pada bagian yang nyeri
Rasional
: untuk menghilangkan nyeri
3)
Pemberian analgesic
sesuai program yang obatan
Rasional
: untuk menghilangkan nyeri
4)
Anjurkan klien untuk
istirahat 6-8jam/hari
Rasional
: istirahat dapat membantu menghilangkan rasa nyeri
5)
Anjurkan klien untuk
melakukan teknik hygiene umum pada mulut dan hidung
Rasional
: untuk membantu menghilangkan rasa tidak nyaman setempat
c)
Diagnose 3
Gangguan
komunikasi verbal yang berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas infeksi/pembengkakan
Tujuan
: gangguan komunikais teratasi
Kriteria
hasil : klien dapat melakukan komunikasi secara non verbal
Intervensi:
1)
Jelaskan pada klien
untuk mengurangi berbicara selama serangan akut
Rasional
: untuk mempercepat penyembuhan penyakit
2)
Anjurkan komunikasi
melalui tulisan bila memugkinkan
Rasional
: karena regangan pita suara lebih lanjut dapat mennghambat pulihnya suara
dengan sempurna
d)
Diagnose 4
Deficit volume cairan berhubungan
dengan peningkatan kehilangan cairan sekunder akibat diaforesis yang berkaitan
dengan demam
Tujuan : kebutuhan cairan
terpenuhi
Kriteria hasil:
1)
Intake cairan adekuat
2-3 liter sehari
2)
Tidak terdapat
tanda-tanda dehidrasi
3)
Suhu normal 36⁰c-37⁰c
Intervensi
1)
Kaji klien minum 2-3
liter perhari selama fase akut kecuali ada kontrakdikasi
Rasional
: hal ini dapat memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh
2)
Observasi tanda-tanda
dehidrasi
Rasional
: dapat mengetahui kekurangan cairan sedini mungkin
3)
Observasi tanda-tanda vital
Rasional
: kekurangan cairan dapat meningkatkan suhu tubuh
4)
Kolaborasi dalam
pemberian cairan intavena
Rasional
: pemenuhan kebutuhan cairan secara sepat, jika per oral tidak memungkinkan
e)
Diagnose 5
Kurang
pengetahuan mengenai perawatan penyakitnya
Tujuan
: pemahaman klien tentang penyakitnya meningkat
Kriteria hasil :
menunjukan pemahaman tentang
perawatan penyakitnya,pencegahan infeksi,diet,istirahat dan pengobatan
Intervensi
1)
Jelaskan pentingnya
cuci tangan
Rasional
: untuk mencegah terjadinya infeksi
2)
Jelaskan tentang
pentingnya minum obat secara teratur
Rasional
: mencegah resistensi obat dan mempercepat penyembuhan
3)
Jelaskan tentang
pentingnya diet
Rasional
: untuk mengetahui daya tahan tubuh
4)
Jelaskan pentingnya
istirahat dan tidur yang cukup 6-8 jam/hari
Rasional
: untuk mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi terhadap infeksi pernafasan
5)
Jelaskan kepada klien
agar menutup mulut saat batuk dan bersin
Rasional
: untuk mencegah penularan penyakit pada orang lain
12. Pelaksanaan
keperawatan
Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah disusun pada perencanaan
13. Evaluasi
keperawatan
a)
Bersihan jalan nafas
efektif
1)
Frekuensi nafas normal
2)
Bunyi nafas bersih
3)
Jalan nafas klien
bersih
b)
Kenyamanan klien
meningkat
1)
Nyeri berkurang/hilang
2)
Skala 0-3
c)
Komunikasi lancer
1)
Klien dapat melakukan
komunikasi nonverbal
2)
Klien mampi melakukan
komunikasi melalui tulisan
d)
Intake cairan adekuat
1)
Intake cairan 2-3 liter
perhari
2)
Tidak terdapat
tanda-tanda dehidrasi
3)
Suhu tubuh normal
e)
Pemahaman klien tentang
penyakit meningkat yaitu dalam hal
1)
Pencegahan infeksi
2)
Diet
3)
Istirahat
4)
Pengobatan
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bronchopneumonia
adalah infeksi atau peradangan pada jaringan
paru terutama alveoli atau parenkim yang sering menyerang pada
anak-anak. Penyebab bronchopneumonia adalah bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Adapun
manefestasi klinis yang ditimbulkan antara lain cyanosis, nafas cuping hidung,
takikardia, dyspnea, gelisah, stridor, reaksi otot dada dan sesak. Komplikasi
dapat muncul jika terjadi penyebaran infeksi seperti meningitis, otitis media,
pericarditis, bronkiektasis, empisema dan lain-lain.
B.
Saran
Penulis
mengharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memberikan
asuhan keperawatan dan dijadikan sebagai tambahan sumber bahan kuliah
keperawatan anak.
Penulis
juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara,
E. 1999. Rencana asuhan keperawatan medical bedah. Vol 1. Jakarta. EGC
Doenges,
M.E.et.all. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
Manurung
Santa. 2008 asuhan keperawatan gangguan sistem pernapasan akibat infeksi.
Jakarta. Tim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar